Sabtu, 25 Juni 2011

SAHABAT TETAP SAHABAT
Ini pengalaman ku dengan seorang sahabat ku. Paggil saja aku awan dan sahabatku yuna. Dulu sepuluh tahun yang lalu didesa kami, kami adalah seorang teman baik atau bisa dibilang sahabat. Sehari-hari kami bersama, bermain, belajar dan pokoknya bersenang senang. Kami berdua hanya berteman berdua saja, bukan karna kami gak mau cari teman, tapi karena kami berdua dikucilkan di desa kami, alas annya Cuma sepele, hanya karna kami orang yang tidak punya di desa kami.
Disuatu pagi saat kami bermain, tiba-tiba ada dua anak juragan didesa kami yang menghampiri kani sebut saja mereka roni, dan rino. Meraka mulai mencari masalah dengan kami gak ada angina apa, adasetan apa, mereka mengganggu kami berdua. Alas an mereka karna kami bermain di tempat biasa mereka bermain.
“hai…bocah miskin ngapain loe main disini, bpergi sana, loe tu pantesnya main di kandang kambing.” Ucap roni.
“memang kenapa kalo gue main disini ada masalah.” Jawab ku, sambil menunjuk roni.
“berani-beraninya loe nunjuk-nunjuk bos gue.” Sahun rino sambil mencekik leher ku.
“ sedah habisin ae no.”kata roni.
“lepasin temen gue, lepasin gak, kalo gak lepasin gue…”
“gue…gue apa? Low mau nonjok gue. Apa loe mau bunuh gue..” sahun roni dengan cepat.
Sepertinya yuna  sudah tidak dapat menahan emosinya, saat melihat aku dipukuli kedua bajingan itu. Entah kenapa tangan yuna tiba-tiba menggenggam dan tanpa piker panjang lagi kedua bajingan itu langsung dilibasnya dengan bogemannya.  Kedua orang itupun kualahan meladeni yuna yang sendirian. Tak disangka kedua bajingan itu kalah dengan yuna. Merekapun pergi. Yuna langsung membangunkan ku dan kita pulang bersama.
Sambil berjalan pulang aku memuji-muji kehebatan yuna.
“wez, keren baget loe yun. Pasti mereka kapok cari gara-gara ma kita.”
“he,he,he… ku juga bingung koq ku tadi jadi berani gitu ya.”
“jangan-jangan loe tadi kemasukan setan lagi?”
“apa mungkin?”
“muungkin? Ya gaklah masa, siank bolong kaya gini dan setan? Setan kridit kali”
“Ah loe ndess bisa aja.”
Kamipun pulang kerumah dengan hati lega, dan gembira sekali.
Tapi hati suasana hati kami langsung berubah saat kami tiba di rumah yuna.
“brukk.”
suara tubuh emak yuna dan ikatan sarung yang berisi pakaian terlempar dari dalam rumah.
Ternyata pak joko, ayah roni gak terima dengan perlakuan yuna kepada roni. Akibatnya keluarga yuna diusir dari desa itu. Kondisi seperti itu tidak asing lagi desa ku karena seluruh tanah di desa q milik pak juragan joko.
“tolong pek, tolong kami. Kami janji akan akan menesehati anak kami.” Rengek emak joko
“janji-janji apa. Aku gak butuh janji kalian. Lihat ni anak ku babak belur gini. Memang kalian bisa ngobatin anak ku.” Jawab pak joko.
“hem..ehm..kami harus tinggal dimana lagi juragan, kalau juragan usir kami.”
“memanmgnya itu urusan ku apa? Sudah sana pergi.”
Tak sadar ternyata yuna yang ada di depan ku meneteskan air mata dan ia langsung menghajar pak joko.
“bruak..bruukk.”suara tubuh pak joko terjatuh.
Tapi bukan pujian yang di dapat yuna. Malah pukulan keras dari bapaknya mendarat pas di pelipisnya.
“dakkk…”suara pukkulan yang membuat yuna berdarah.
“goblok kamu. Semua ini gara-gara kamu, anak tolol.”bapak yuna  marah.
“maaf…maafkan saya pak.”
“coba kalo gini kita mau tinggal dimana.”
“sudah-sudah pak…”bela ibu yuna yang masih menangis sambil mengelus-elus yuna.
“hei…glandangan-glandangan, kenapa jadi kalian yang bertengkar. Dasar goblok. Sudah sana menyingkir dari sini.”ucap pak joko….
“tolong pak bari kami kesempatan membereskan barang kami.” Ujar emak yuna.
“gak… gak bisa.”
“pak tolong beri teman saya kesempatan membereskan barangnya.”ucap ku ikut campur di pertengkaran itu.
“apa lagi anak kecil. Ya..sudah aku beri waktu satu hari.”
“terimakasih juragan.” Ujar ku bersama keluarga yuna.
Sore itupun keluarga yuna mulai beres-beres, sebagai teman akupun ingin membantunya, tapi semenjak pertengkaran tadi yuna menjadi dingin terhadapku.
“sini yun biar aku bantuin.”ucap ku.]
“gak sah wan, sana kamu pulang ja, nanti kalau di cariin.”
“temen kamu suruh pulang jay un sudah sore ini/” sahut emak yuna.
“sudah kamu pulang saja dulu, sudah sore.”
“tapi kamu… kamu mau pindah kemana.
“itu bukan urusan kamu.”
“tapi persahabatan kita.”
“sudahlah mungkin persahabatan kita cukup disini saja.”
“tapi yun?”
“glekk.”suara pintu rumah yuna yang sudah tua di tutup yuna.
“yun..yuna?”
“apalagi pulang sana.”Suara yuna dari balik pintu.
Jujur pada saat itu aku gak terima dengan perlakuan yuna. Aku berusaha mengetuk pintunya, tapi sia-sia semuanya. Seempat aku mengintip yuna, ternyata yuna juga menangis seperti ku. Pada sore itu aku yakin bahwa yuna juga marasa kehilangan aku. Sore itu aku pulang dengan menangis memikul rasa cemas, marah sedih, dan capur adauk. Aku hanya bisa termenung memikirkanya. Aku gak bisa tidur. Malam itu aku berniat berkunjung ke rumah yuna tapi rasa takut ini tak bisa kutahan, karena lokasi rumah kami yang di tengah hutan. Tapi malam itu aku membulatkan tekat ku untuk pergi ke rumah yuna. Rasa takut terus menghantui ku, tapi dalam hatiku aku berkata kalau aku akan sangat menyesal bila tak bertemu sahabat ku. Tak lama kemudian aku tleh ada di depan pintu rumah yuna. Tangan ku kaku saat akan mengetuk pintu, aku berfikir masih kah yuna marah padaku? Akhirnya ku ketuk juga pintunya.
“tok..tok..tok.”
“plek…plek…plek….” Suara langkah kaki dari dalam rumah yuna.
“greekk.”
“cari siapa?” Tanya emak yuna.
“yun..yunanya ada mak?” jawab ku lahan.
“sebentar tak panggilin.”
“yun…yuna kaelho koncomu.”
“nggehh bu.”
Yuna melangkah perlahan dari dalam kamarnya menuju ke teras menemui ku.
“kamu wan da apa?” Tanya yuna dingin.
“aku boleh bicara ma kamu gak”
“bicara ja.”
“gak disini. Ke danau ja yuk. gak enak disini low di dengar emak ma bapak.”
“yadah yuk.”
Diperjalanan ke danau kami berdua hanya saling diam seperti orang yang baru kenal. Aku ragu saat ingin memulai pembicaraan. Akhirnya kami sampai di danau. Di danau aku beranikan memulai pembicaraan.
“kamu…kamu jadi pindah yun.”
“iyow…”
“terus pindah kemana.”
“keluarga ku mau pindah ke Kalimantan, tempat bibi ku.”
“sekolahmu?”
“mungkin aku harus menunda sekolahku.”
“yun kamu dan keluargamu disini aja, besok kita bujuk pak joko lagi.” Rayu ku.
“gak perlu. Keputusan kami dah bulat.”
“maafin aku ya yun. Ini semua salahku. Adai kita gak ladenin roni waktu itu.”
“kamu gak perlu minta maaf, kamu gak salah og. Yasudahlah yang berlalu biarkan berlalu.”

“tapi… aku merasa bersalah padamu.”
“orang hidup tu bagai roda kecapi. Kadang dibawah, kadang di atas. Jadi loe gak perlu merasa bersalah pada q.”
Aku hanya bisa merundukkan kepalaku dengan rasa bersalah yang sangat besar. Sejenak danau itu terasa sepi, sunyi, tapi yuna mencoba menghilangkan rasa sepi itu dengan sebuah lagu. Terdengar merdu dan indah.

Disi ku berdiri
Diatas bumi ini
Berlari
Mengejar sang mentari
Dulu
Saat kau temaniku
Lalu.....i
Waktu-waktu dengan mu
Reff : namun kini kau kau telah pergi
Tinggalkan aku
Sendiri tanpa bayangmu
Ingin...rasanya hati berlari
Namun takbisa...takbisa...ku melakukannya
Tanpa ada dirimu
Tanpa ada cintamu
Takkan bisa ku jalani hidupku
Andai kau dapat mengerti aku
Mengerti...mengeri rasa cinta ku
Back to reff
Aku terngiang mendengar nyanyian yuna. Aku tak bisa berkata apa apa. Aku tak menyangka kalau  yuna juga pandai menyanyi.
“yuna itu tadi kamu.”
“he’em mank knapa.”
“suara kamu merdu sekali yun.”
“ah… biasa aja ah.”
“itu tadi lagu siapa.”
“ohh… itu. Gue tadi sore iseng-iseng buat lagu. Jadilah begitu lah.”
“bagus sekali. Sumpah”
“Ah ya udah lah ayo kita pulang.”
“ayo…”
Malam itu menjadi hangat. Semua masalah seakan hilang. malam itu menjadi malam yang sangat bersejarah bagi ku. Hingga saat ini pun aku gak bisa lupakan malam itu.

bersambung...
by adam kurniawan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar